-sigh- "bless your soul.."

BIODATA | |
---|---|
Full Name | Sylvando Angelo |
Nicknames | Syl, Sylv |
Sex | Male |
Date of Birth | February 7 |
Place of Birth | London |
Age | 19 |
Blood Type | AB |
Race | Human |
Height | 5'11" |
Weight | 162 lbs |
Current Residence | Tokyo, Japan |
Occupation | College Student at The University of Tokyo |
Personality
Pria dengan banyak talenta, namun berbicara bukan salah satunya.
Walaupun sejak kecil dikenal sebagai pribadi yang tidak banyak bicara, namun bukan berarti Sylvando tidak memiliki teman. Sylvando memiliki pikiran yang terbuka dan peduli dengan hubungan yang telah ia tempa dengan teman-temannya. Sifatnya yang tanpa pamrih dan baik hati memungkinkan orang-orang disekitarnya untuk menyukainya. Namun, tidak segan-segan untuk menolak hal yang tidak ia minati dan akan menjadi dingin ketika berhadapan dengan orang yang tidak disukainya.
Ia memiliki dorongan untuk melindungi dan bersikap loyal kepada orang yang ia sayangi. Sylvando akan canggung ketika berhadapan soal perasaan dengan Rula*. Ia memang sedikit polos dan bukan orang yang peka kalau soal cinta. Tetapi seiring berjalannya waktu Sylvando belajar untuk lebih mendalami semua itu.
*baca bagian relation
Appearance
Sylvando adalah pria muda dengan kulit terang dan tinggi rata-rata, dengan tubuh ramping dan sedikit berbentuk. Rambutnya hitam, agak rancung ke bagian kanan. Ketika di Jepang, mata birunya yang tajam dan bersinar terkadang menangkap perhatian orang lain yang berpapasan dengannya.
Pasca remaja, Sylvando sering mengenakan pakaian berwarna navy mulai dari jaket hingga sepatu, walaupun rasanya itu bukan warna kesukaannya. Jeans hitam pekat atau biru tua menjadi celana favoritnya untuk bepergian.
Terkadang melihat teman-temannya yang dijemput pulang sekolah oleh ayah mereka membuat rasa iri timbul di dalam batin Sylvando kecil. Tidak seperti teman-temannya, ayah Silvando harus meninggalkan rumah selama berbulan-bulan dikarenakan posisinya yang sangat penting di Angkatan Laut Inggris. Sejak kecil Sylvando memang lebih sering bertatap muka dengan ibunya yang merupakan orang Jepang asli.
Sekalinya siluet sang ayah muncul di pintu depan, Sylvando yang tengah bermain dengan hewan peliharaanya bergegas melompat ke arah bayang-bayang dengan sosok awak yang besar itu, memeluknya erat-erat. Sehari-hari ia habiskan waktu dengan ayahnya, selagi ada kesempatan. Tapi hari-hari seperti itu terasa sangatlah singkat bagi Sylvando, setelah tiga minggu ayahnya harus pergi lagi untuk melakukan tugasnya.
Setiap matahari sudah mulai terbenam, anak-anak pulang kerumah masing-masing menyambut kedatangan sang ayah yang baru saja pulang kerja. Sedangkan untuk Sylvando, ibunya sudah menunggunya di pintu depan dengan senyumannya yang khas malaikat. Selain bermain dengan anak tetangga, tentu saja dengan berbagi cerita dengan sang ibu, Sylvando menghabiskan keehariannya. Bukan masalah besar untuk Sylvando jika jarang bertemu dengan ayahnya, lagi pula ia mempunyai sesosok ibu yang selalu memenuhi kebutuhannya.
"Menjadi seperti ayah? tapi, kalau nanti aku berkeluarga, aku tidak bisa sering-sering melihat mereka dong?" Sylvando yang pada saat itu berusia tujuh tahun bertanya-tanya sementara tangan sang ibu mengelus lembut surai hitam buah hatinya. "tidak, tentu saja aku akan seperti ayah.. membantu orang banyak.. tapi dengan caraku.." Mendengar ucapan Sylvando, senyuman khas malaikat terukir kembali di wajah sang ibu.
Ambisinya untuk menolong banyak orang seperti ayahnya terus terngiang di benak Sylvando. Baginya entah mengapa pelajaran di sekolah sangatlah mudah, tanpa harus belajar mati-matian ia dengan mudah mengerjakan setiap soal ulangan yang diberikan oleh gurunya. Karena itu ia harus mengikuti kelas akselerasi sehingga berada 2 tingkat di atas teman sebayanya.
Setelah lulus sekolah, Sylvando mendapatkan kesempatan untuk mengikuti kuliah di Jepang. Waktunya tepat sekali, karena ayahnya pensiun dari jabatannya pada saat itu juga. Apakah memang takdirnya seperti ini? Sepertinya sulit sekali untuk Sylvando hidup bersamaan dengan seluruh anggota keluarganya. Ia harus pergi ketika ayahnya sudah benar-benar pensiun. Tapi tidak apa-apa, sekarang ayah sudah bisa menemani ibu, jadi kalaupun aku pergi masih ada ayah yang menjaga ibu, itulah yang ada di benak Sylvando pada saat itu walaupun berat, sangat berat untuk meninggalkan mereka.
Di sisi lain Sylvando tidak bisa melewatkan kesempatan ini karena memang ini lah cita-citanya, yaitu menolong banyak orang, menjadi dokter. Ia diterima di University of Tokyo, Faculty of Medicine. Walaupun sepertinya itu bukan satu-satunya alasan ia memilih universitas di Jepang.
Di Jepang, tepatnya di kota Tokyo, Sylvando tinggal di rumah pamannya, adik dari sang ibunda. Memang sulit tinggal di negara asing sepert ini, apalagi Sylvando yang baru belajar bahasa Jepang kurang lebih 6 bulan, membuatnya sedikit kesulitan ketika ingin berbicara dengan orang lokal. Tapi berkat kepintarannya ia bisa melakukannya. Awalnya terasa canggung ketika tinggal bersama pamannya yang sudah berkeluarga, tetapi lambat laun Sylvando mulai terbiasa dengan sepasang suami istri dan kedua anaknya yang mau memberikan dia tumpangan, termasuk dengan seekor anjing disana.
Butuh waktu untuk Sylvando beradaptasi dengan lingkungan dan budaya di Jepang. Tetapi beruntung, nampaknya ia tidak mengalami kesulitan untuk mendapatkan teman di kampus pada saat awal semester, ya, lagipula ini kan universitas internasional. Intinya, setelah satu tahun menjalani hidup di Jepang, Sylvando sudah terbiasa baik dalam berbicara maupun dengan budaya dan lingkungannya.
Seperti biasa, setiap tahunnya universitas menerima mahasiswa dan mahasiswi baru. Gosip-gosip mulai terdengar mengenai pelajar baru. Teman-teman Sylvando membicarakan mengenai para pelajar perempuan yang akan masuk ke universitas, tepatnya fakultas ini.
"Wah ada yang dari Amerika?"
"Iya! dari Korea juga ada!"
"Wah yang itu wajahnya lumayan loh!"
"Dengar-dengar ada yang dari Jepang, tapi wajahnya orang Eropa!"
"Oh ya?!"
Mendengar percakapan teman-temannya, Sylvando menopang dagunya, menghela nafas singkat. "huft– of course, this is international university dumbass, what do you guys expect?"
Rula Stewart
"as long as you're looking, I don't feel alone."
— Sylvando to Rula
Rula Stewart, orang pertama yang memanggil Sylvando dengan sebutan 'Syl', adalah teman masa kecil Sylvando sebelum secara mendadak ia harus pindah ke Tokyo tanpa alasan yang jelas. Sylvando kecil selalu berpikir bahwa penyebab kepergian Rula adalah murni kesalahannya, karena ia telah gagal melindungi Rula pada saat itu. Padahal sebelum berpisah, mereka sering kali menghabiskan waktu bersama.
Tujuh tahun setelah perpisahan takdir mempertemukan mereka kembali dengan cara yang sama sekali tidak terduga. Setelah kejadian itulah Rula dan Sylvando menyadari perasaan aneh yang timbul terhadap satu sama lain dan berujung menjadi sepasang kekasih. Tentu saja, kali ini Sylvando tidak akan membiarkan sesuatu memisahkan mereka lagi seperti sebelumnya.
Banyak sekali perubahan yang terjadi pada kehidupan Sylvando setelah menjalani hubungan dengannya. Satu-satunya orang yang bisa melihat sisi manja dan sifat menggoda dari seorang Sylvando yang sangat dingin adalah Rula. Bahkan, hanya Rula yang bisa membuat sang pangeran es banyak menunjukan gelak manisnya.
Tergolong orang yang sangat genius.
Sylvando memiliki nama Jepang, Eiji Sasaki (佐々木 英治) tetapi sangat jarang digunakan.
Sangat menyukai anjing, apalagi anak anjing.
Semenjak merantau, ia jadi suka mendengarkan lagu Frank Sinatra karena sering diputar oleh ibunya dulu.
Hobinya olahraga ringan jika sedang gabut.
Sering berpakaian gelap meski itu bukan warna favoritnya.
Benci aroma bawang.
Lebih suka musim semi. Baginya musim dingin menyeramkan karena jadi mudah pilek.
Suka sekali menyaksikan dan mendengarkan kekasihnya bermain harpa.
Dapur bukan tempat untuknya, jangan pernah menyuruhnya melakukan pekerjaan apapun disana.